Solo (Espos) Dewan Pengupahan Solo akhirnya mencapai titik temu tentang besaran UMK di Kota Bengawan untuk tahun 2010, yakni Rp 785.000. Angka tersebut jauh dari hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang besarnya mencapai Rp 855.000.
Besaran UMK yang akan diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tersebut juga telah diserahkan ke Walikota Solo Joko Widodo, Kamis (17/9) sebelum Lebaran lalu.
Keterangan tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Solo, Pujo Harianto kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/9). Meski demikian, salah satu anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja, Marsis mengaku tak tahu menahu soal kesepakatan UMK yang bahkan telah disetorkan ke Walikota Solo. Begitu pula dengan salah satu anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha, M Wasil yang juga mengaku belum ada kesepakatan soal besaran UMK Solo meski pihaknya berharap UMK Solo tetap mengacu pada besaran inflasi Solo sebesar 6-7%.
Menurut Pujo, angka UMK yang bakal diajukan ke Pemprov Jateng tersebut didapat setelah pihaknya melakukan pertimbangan dengan mempertimbangkan berbagai unsur UMK, mulai survei kebutuhan hidup layak, besaran inflasi Solo, hingga perbandingan dengan UMK di daerah-daerah lainnya. Sehingga, lanjutnya, angka tersebut dinilai sesuai dengan kondisi perekonomian di Solo saat ini.
Kurang pas
“Soal besaran KHL yang dulu diperdebatkan antara pekerja dan pengusaha sebenarnya sudah terselesaikan. Ada sejumlah elemen yang kurang pas, misalkan saat survei harga kondisi, harga Sembako saat itu tak stabil. Sehingga, angka KHL saat itu juga sangat tinggi. Nah, ini yang dikoreksi Dewan Pengupahan,” terangnya.
Dalam posisi penetapan UMK Solo, Pujo menegaskan bahwa pihaknya selaku Ketua Dewan Pengupahan hanya menjalankan fungsi sebagai fasilitator dan menjembatani kepentingan dua pihak yakni antara pekerja dan pengusaha. “Kami tak ingin pengusaha terbebani dengan besaran UMK tahun 2010 nanti. Namun, kami juga tak ingin, UMK Solo terlalu rendah hingga menyengsarakan pekerja. Ya, yang penting dua-duanya bisa berjalan lancar,” paparnya.
Sementara itu, salah satu anggota Dewan Pengupahan, Marsis berjanji akan mengklarifikasi persoalan tersebut ke Dewan Pengupahan. Bahkan, dia meminta Dewan Pengupahan mencabut kembali angka UMK yang disetor ke Walikota Solo hingga terjadi transparansi di semua anggota Dewan Pengupahan.
“Saya memang menolak menandatangani berita acara saat terjadi pembahasan UMK. Karena di sana ada poin yang tak kami setujui. Namun, penolakan kami bukan berarti rapat setuju semua,” paparnya. Marsis juga berjanji akan melakukan pengawalan usulan UMK tersebut hingga ke Pemprov Jateng. - Oleh : Aries Susanto
Besaran UMK yang akan diajukan ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tersebut juga telah diserahkan ke Walikota Solo Joko Widodo, Kamis (17/9) sebelum Lebaran lalu.
Keterangan tersebut diungkapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Solo, Pujo Harianto kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (28/9). Meski demikian, salah satu anggota Dewan Pengupahan dari unsur pekerja, Marsis mengaku tak tahu menahu soal kesepakatan UMK yang bahkan telah disetorkan ke Walikota Solo. Begitu pula dengan salah satu anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha, M Wasil yang juga mengaku belum ada kesepakatan soal besaran UMK Solo meski pihaknya berharap UMK Solo tetap mengacu pada besaran inflasi Solo sebesar 6-7%.
Menurut Pujo, angka UMK yang bakal diajukan ke Pemprov Jateng tersebut didapat setelah pihaknya melakukan pertimbangan dengan mempertimbangkan berbagai unsur UMK, mulai survei kebutuhan hidup layak, besaran inflasi Solo, hingga perbandingan dengan UMK di daerah-daerah lainnya. Sehingga, lanjutnya, angka tersebut dinilai sesuai dengan kondisi perekonomian di Solo saat ini.
Kurang pas
“Soal besaran KHL yang dulu diperdebatkan antara pekerja dan pengusaha sebenarnya sudah terselesaikan. Ada sejumlah elemen yang kurang pas, misalkan saat survei harga kondisi, harga Sembako saat itu tak stabil. Sehingga, angka KHL saat itu juga sangat tinggi. Nah, ini yang dikoreksi Dewan Pengupahan,” terangnya.
Dalam posisi penetapan UMK Solo, Pujo menegaskan bahwa pihaknya selaku Ketua Dewan Pengupahan hanya menjalankan fungsi sebagai fasilitator dan menjembatani kepentingan dua pihak yakni antara pekerja dan pengusaha. “Kami tak ingin pengusaha terbebani dengan besaran UMK tahun 2010 nanti. Namun, kami juga tak ingin, UMK Solo terlalu rendah hingga menyengsarakan pekerja. Ya, yang penting dua-duanya bisa berjalan lancar,” paparnya.
Sementara itu, salah satu anggota Dewan Pengupahan, Marsis berjanji akan mengklarifikasi persoalan tersebut ke Dewan Pengupahan. Bahkan, dia meminta Dewan Pengupahan mencabut kembali angka UMK yang disetor ke Walikota Solo hingga terjadi transparansi di semua anggota Dewan Pengupahan.
“Saya memang menolak menandatangani berita acara saat terjadi pembahasan UMK. Karena di sana ada poin yang tak kami setujui. Namun, penolakan kami bukan berarti rapat setuju semua,” paparnya. Marsis juga berjanji akan melakukan pengawalan usulan UMK tersebut hingga ke Pemprov Jateng. - Oleh : Aries Susanto
|