Jumat, 05 Februari 2010

Belajar dari kemenangan rakyat Venezuela


Venezuela dan Hugo Chavez
artikel ini diambil dari hardisk komputer, tanpa nama penulis


Situasi Ekonomi-politik sebelum Chavez menjadi Presiden
• Keterpurukan ekonomi Venezuela dimulai ketika Carlos Andrés Perez, dilantik sebagai presiden pada 1989. Saat itu, Perez mewarisi keadaan ekonomi yang carut-marut akibat korupsi dan salah urus kebijakan warisan pemerintahan Luis Herera Campins. Untuk memulihkan krisis tersebut, Perez meminta nasihat dan bantuan keuangan kepada IMF. Atas saran IMF Perez kemudian mengumumkan restrukturisasi ekonomi melalui jalan neoliberal.
• Pada pertengahan Februari 1989, Perez meluncurkan serangkaian kebijakan yang meliputi devaluasi mata uang besar-besaran, peningkatan harga bensin dan transportasi, pemotongan belanja publik, dan pengurangan subsidi atas sejumlah besar bahan kebutuhan pokok. Selain itu, pemerintahan Perez juga melaksanakan kebijakan privatisasi terhadap sebagian atau seluruh BUMN yang bergerak di sektor telekomunikasi, pelabuhan, minyak, baja dan penerbangan. Perez juga meluncurkan kebijakan berupa pengurangan tenaga kerja di bidang-bidang industri strategis dan mentransfer kepemilikan kepada investor asing.
• Akibatnya dari tahun 1980 sampai 1992, rata-rata penduduk Venezuela kehilangan lebih dari setengah daya belinya yang nyata. Dalam waktu tiga tahun masa kekuasaan Perez, sekitar 600 ribu orang berpindah ke kota-kota yang mengakibatkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian, petani pedesaan dan tukang kebun berkurang sebesar 90 persen.
• Makin lama kesulitan hidup yang menghimpit itu tak bisa lagi ditanggung. Kesabaran rakyat Venezuela pada akhirnya tak bisa lagi dibendung. Ini ditunjukkan dengan pemberontakan rakyat pada Februari 1989 yang terkenal dengan nama ”Caracazo.”
• Situasi krisis ekonomi menjurus pada depresi; tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi yang tinggi; dan akumulasi dari kedua hal tersebut memicu terjadinya konflik sosial politik dalam masyarakat.
• Venezuela adalah negara pengekspor minyak nomor satu di kawasan Amerika Latin dan terbesar kelima di dunia. Dari tahun 1958 sampai 1999, pendapatan Venezuela dari sektor minyak ini mencapai US$250 miliar. Dengan pendatapan sebesar itu, tak heran jika 85 persen dari seluruh penduduk Venezuela yakin bahwa negara mereka adalah salah satu negara terkaya di dunia. Tetapi kenyataannya mereka semakin miskin. Kontradiksi ini menyebabkan timbulnya frustasi, kebencian, dan sebagai jalan keluarnya adalah mencari obat pemunahnya dalam waktu singkat. Berikut datanya :
• Kenyataannya 85 persen penduduk Venezuela hidup di bawah garis kemiskinan, dimana dalam sepuluh tahun terakhir jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 51 persen. Antara tahun 1975 sampai 2000, jumlah orang miskin bertambah dua kali lipat, dimana jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrim bertambah tiga kali lipat. Demikian juga dalam hal distribusi pendapatan, 20 persen lapisan penduduk terkaya menerima 84 persen pendapatan rumah tangga, sementara 20 persen penduduk termiskin menerima hanya tiga persen pada 1999.
• 50 persen jumlah tenaga kerja bekerja dalam kondisi yang tidak stabil. Sewaktu-waktu mereka bisa terlempar ke dalam sektor informal yang amat tidak stabil. Pada saat yang sama, 20 persen dari seluruh angkatan kerja berada dalam situasi menganggur dan hanya 30 persen yang bekerja di sektor formal. Itu pun pendapatan yang diterimanya tidak cukup untuk memenuhi setengah dari kebutuhan untuk makan. Jumlah rata-rata tingkat pengangguran pada tahun 1994 sebesar 8.7 persen dan bertambah menjadi 11 persen pada 1998.
• Di pertanian, lahan pertanian, tiga persen penduduk terkaya menguasai 76.5 persen. Sedangkan 42.9 persen penduduk miskin hanya memiliki lahan seluas satu persen.


Situasi Gerakan
• Di Venezuela tidak ada organisasi revolusioner seperti yang terdapat di negara-negara lain di kawasan Amerika Latin lainnya. Paling jauh, yang ada adalah gerakan pemberontakan seperti yang terjadi pada tahun 1989 itu. Di Venezuela juga tidak ada gerakan sosial yang besar dan terorganisir layaknya ”Gerakan Petani Pedesaan Tak Bertanah” di Brasil atau ”Gerakan Buruh Pengangguran Perkotaan” di Argentina. Di Venezuela juga tidak ada partai kiri yang besar seperti Partai Buruh Brasil, atau gerakan gerilya yang kuat seperti FARC di Columbia. Satu-satunya partai kiri yang ada, Democratic Action, yang menjadi anggota Socialist International, pada akhirnya juga mengalami kebangkrutan.
• Gerakan sosial di Venezuela relatif kecil dan terpecah-pecah ke dalam berbagai kepentingan politik dan ekonomi.
• Seluruh organisasi yang ada baik di tingkat partai maupun serikat buruh berlomba-lomba memperebutkan akses terhadap penguasaan minyak. Dengan kondisi gerakan seperti itu tak aneh jika perlawanan rakyat terhadap kekuasaan oligarki Venezuela selalu menemui kegagalan.
• Kelompok yang berpotensi besar untuk secara serius mengancam kekuasaan oligarki yang hegemonik itu adalah militer. Terlebih di dalam tubuh institusi ini mulai berkembang nilai-nilai baru yang diinspirasikan oleh gerakan yang dilakukan oleh Simón Bolívar. Dalam tubuh institusi bersenjata yang ingin menanggalkan peran tradisionalnya sebagai tukang gebuk oligarki tersebut, seorang Hugo Chávez muncul ke permukaan.
Chavez
• Hugo Chavez sering dikatakan sebagai kelanjutan cita-cita dan prinsip-prinsip Simon Bolivar, tokoh nasionalis revolusioner anti penjajahan Spanyol, yang dikagumi oleh rakyat-rakyat berbagai negeri Amerika Latin. Gagasan-gagasan besar Simon Bolivar itu kemudian dikembangkan jadi garis revolusioner untuk mengubah negeri, pemerintahan dan masyarakat Venezuela.
• Revolusi Bolivarian ini disebut juga sosialisme Bolivarian, atau sosialisme revolusioner dan demokratik, atau sosialisme partisipatif, yang kemudian juga dinamakan sosialisme abad ke-21. Sosialismenya Hugo Chavez mengakui perlunya pluralisme politik. Menurut kata-kata Hugo Chavez:” Kita sebutkan Bolivarian, tetapi itu adalah sosialisme. Kita harus menciptakan kembali sosialisme” (Nous l’appelons bolivarienne, mais c’est du socialisme. Nous devons réinventer le socialisme. – Latin Reporter 2/5/05).
• Hugo Rafael Chávez Frías alias Hugo Chavezlahir pada 28 Juli 1954. 5 Juli 1975 lulus dari Venezuelan Academy of Military Sciences. Setelah lulus dari akademi militer meneruskan pendidikannya di bidang ilmu politik pada Simón Bolívar University di Caracas, ibukota Venezuela.
• Peran penting yang dilakukan Chávez, dimulai ketika ia memimpin sekelompok perwira menengah di tubuh angkatan darat Venezuela, yang dinamakannya Simón Bolívar Revolutionary Movement. Kelompok ini kemudian melakukan kudeta bersenjata pada 4 Februari 1992 yang bertujuan menggulingkan presiden Perez, seraya berjanji akan memulihkan patriotisme dan kepentingan bersama rakyat Venezuela.
• Kudeta militer berakhir dengan kegagalan. Chávez pun dijebloskan ke dalama penjara selama dua tahun. Namun Chavez telah dianggap sebagai seorang pembebas: Sebagai perwira menengah berusia 38 tahun, kepahlawanan Chávez mulai dikait-kaitkan dengan nama besar pejuang Venezuela di masa lalu, Simón Bolívar, Simón Rodriguez (guru dan pembimbing Bolivar) dan Ezequiel Zamora (seorang jenderal di abad ke-19 yang mendistribusikan tanah kepada para tentara).
• Setelah dua tahun mendekam dalam penjara, atas permaafan (amnesti) dari presiden Rafael Caldera, Chávez bersama seluruh tahanan politik dari sipil maupun militer yang terlibat dalam kudeta yang gagal, diperkenankan menghirup udara bebas. Sementara itu, kondisi ekonomi di masa Caldera tidak menampakkan tanda-tanda membaik. Devaluasi mata uang yang dilakukan pemerintah telah menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 70.8 persen pada 1994. Demikian juga dengan harga dan pertukaran semakin mengalami tekanan. Di masa Caldera, agenda privatisasi semakin menjadi-jadi: investasi asing meningkat, harga minyak semakin tinggi – tetapi kemiskinan juga ikut bertambah.
• Dalam situasi ini, Chávez yang telah menjelma sebagai tokoh nasional mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu Desember 1998. Kini ia menjadi tokoh sentral dimana kekuatan anti oligarki yang kecil dan terserak-serak berpusat pada dirinya.
• Berdasarkan pada kegagalan gerakan di masa lalu, Chávez memutuskan terlibat dalam proses politik demokrasi elektoral untuk merebut kekuasaan politik. Dalam keadaan dimana tak ada gerakan revolusioner yang kuat, sebuah gerakan politik bersenjata tak lebih sebagai usaha bunuh diri. Dengan berbendera organisasi Movimento Quinta República (MVR) atau the Fifth Republic Movement, ia berkeliling ke seluruh negeri dengan mengusung tema-tema kampanye yang tak bergeser dari gagasan awal ketika melakukan kudeta pada tahun 1992: The Fifth Republic ini merupakan koalisi dari berbagai kelompok, yang terutama adalah MAS, Patria Para Todos, and the Communist Party.
• Kritisisme terhadap privatisasi besar-besaran dan menjadikan perang melawan korupsi, baik pada level pemerintahan sipil maupun di dalam tubuh militer, sebagai slogan utamanya. Selama masa kampanye itu pula, Chávez berulangkali mengatakan bahwa Venezuela membutuhkan sebuah republik baru dan sebuah gerakan baru yang dibentuk dengan tujuan melawan segala kebobrokan yang terjadi di masa lalu.
• Hasil akhir pemilu 6 Desember 1998 menempatkan Chávez sebagai pemenang dengan jumlah suara sebesar 56.2 persen (3,673,685 suara), sebuah kemenagan terbesar yang berhasil diraih seorang kandidat presiden dalam empat dekade terakhir.
• Setelah memenangkan kursi kepresidenan, program pertama Chávez adalah menggelar referendum (referenda) pada 25 April 1999 untuk menyusun sebuah dewan konstituante (Constituent Assembly), yang dilanjutkan dengan pemilihan anggota konstituante pada 25 Juli 1999.
• Di bawah Dewan Konstituante yang baru tersebut, pemerintahan baru ini berhasil mengesahkan sebuah konstitusi baru yang menjamin dihormatinya hak-hak sosial, politik, ekonomi dan budaya rakyat Venezuela.
• Di bawah naungan konstitusi baru ini, Chávez kemudian melakukan pemilihan presiden, deputi, gubernur dan walikota di seluruh Venezuela pada 30 Juli 2000. Pemilihan kembali ini bagi Chávez seperti mau menguji dukungan rakyat pada dirinya, dan terbukti ia memang kembali terpilih sebagai presiden dengan memenangkan 120 dari 131 kursi dewan.

Chavez VS Oligarki
• Segera setelah menjejaki lantai istana kepresidenan pada 1998, Hugo Chávez segera meluncurkan sejumlah kebijakan politik untuk mengamankan kekuasaannya. Ada tiga hal yang dilakukannya: pertama, membangun dukungan dari kelas menengah bawah (lower-middle class) dan organisasi buruh; kedua, menciptakan dukungan yang bersifat komplementer dari pelaku bisnis yang berorientasi domestik; dan ketiga, secara politik mengisolasi oligarki pedesaan, perusahaan asing, dan elite industrial domestik skala besar. Ketiga hal itu dilakukannya mengingat ia berhadapan dengan krisis ekonomi dan isolasi internasional yang membayang-bayangi kebijakannya yang antineoliberal.
• Chávez mencoba mengubah hubungan kekuasaan internasional (dalam hal ini ia mengusulkan agar organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) semakin memperkuat posisi tawarnya di hadapan negara-negara industri maju), dan mengonsolidasikan dukungan dari kalangan domestik.
• Ia juga meluncurkan rencana kesejahteraan sosial darurat, yang disebut Project Bolivar 2000, guna membantu sektor-sektor yang sangat miskin. Ia juga mengadopsi ukuran-ukuran pendidikan yang baik bagi rakyat miskin, misalnya melalui perbaikan gratis pendidikan publik dan mempromosikan pembangunan Bolivarian Schools (sekolah sehari penuh yang disiapkan bagi siswa dengan dua kali makan setiap harinya).
• Kebijakan Chávez ini dituduh diskriminatif oleh kalangan bisnis monopolistis dan kelompok liberal. Chávez dituduh sebagai rejim diktator, antidemokrasi. Chávez dituduh telah membelah-belah masyarakat atas dua seksi yakni, antara sekelompok kecil elite yang dihadapkan dengan massa. Apalagi Chávez pernah mengatakan bahwa rakyat (the pueblo) merepresentasikan kebajikan (goodness), Sementara kalangan atas yakni para elite politik dan bisnis monopolisitis, merepresentasikan keburukan (perversion).
• Menurut kalangan oligarkis, pembagian antara yang baik dan yang buruk ini memang telah menciptakan dukungan yang sangat besar terhadap kepemimpinan Chávez. Tetapi yang paling menakutkan mereka, segregasi berdasarkan politik tersebut juga membenarkan tindakan satu golongan untuk menghukum golongan yang lain. Ada anarkhi hukum yang terjadi di sana.
• Berdasarkan penilaian-penilaian semacam itu, kalangan oligarki mulai merongrong kekuasaan Chávez yang dikenal dengan sebutan rejim Bolivarian. Mereka memanfaatkan seluruh sumberdaya yang dimilikinya: penguasaan terhadap industri minyak milik negara (Petróleos de Venezuela/PDVSA), penguasaan yang monopolistis atas media, dukungan finansial yang tidak terbatas, dukungan serikat buruh kuning terutama yang digalang oleh Confederatión de Trabajadores de Venezuela (CTV), sebagian faksi di dalam tubuh angkatan bersenjata, dan juga dari pemerintah Amerika Serikat.

Chavez VS AS
Washington memberi dukungan penuh kepada oligarki, karena Chávez telah menjadi duri dalam daging yang berpotensi menghambat kebijakan-kebijakan ekonomi-politik Washington. Beberapa hal yang menjadi pemicu kegeraman pemerintahan AS adalah sikap Chávez yang mempromosikan kebijakan internasional yang independen yang bertentangan dengan kebijakan AS.
• mendukung tata dunia yang multipolar ketimbang bipolar dimana AS menjadi patronnya;
• Melakukan kritik terhadap serangan AS terhadap Afgahnistan dan bahkan mengunjungi Iran dan Irak sebelum Irak diserbu oleh militer AS;
• melakukan kritik terhadap neoliberalisme;
• mendukung gagasan tentang Mercosur ketimbang Free Trade Area of the Americas (FTAA) yang digagas oleh AS; dan melanjutkan hubungan dengan Kuba.
Konflik antara Chavez dengan AS semakin memuncak pada pertengahan 2001, terutama dalam beberapa poin yang dilakukan Chávez :
• Menerima Kuba untuk dimasukkan kembali ke dalam Organisasi of American States (OAS) tanpa ikatan apapun;
• Mendesak AS agar menghapuskan program sertifikasi unilateral terhadap bangsa-bangsa Amerika Latin sebagai dasar bagi usahanya untuk memerangi perdagangan obat bius;
• Memberikan perlindungan terhadap anggota gerilyawan Kolumbia; Venezuela bersedia menjadi tempat negosiasi antara perwakilan masyarakat sipil Kolumbia dan gerakan gerilya dan bersedia mengelola hubungan selanjutnya dengan mengusulkan dihentikannya penculikan di perbatasan Venezuela;
• Membantu dialog Utara-Selatan mengenai isu-isu utang swasta; dan
• Menolak permintaan AS untuk mengijinkan pesawat-pesawat pengintai AS yang disponsori oleh the Drug Enforcement Agency (DEA) di atas wilayah Venezuela.

Tindakan Agresi AS:
• Politik agresi AS terhadap Venezulea dilakukan melalui tiga fase: pertama, de-stabilisasi ekonomi melalui langkah-langkah yang terkoordinasi dengan klien bisnis dan kelompok profesional serta para bos serikat buruh sayap kanan yang korup. Proses de-stabilisasi ini juga dilancarkan dengan mengunakan media, terutama melalui jaringan Inter-American Press Association, yang memberitakan bahwa pemerintahan Chávez telah melarang kebebasan berbicara;
• Fase kedua, pemerintahan Bush bergerak dari taktik de-stabilisasi tidak langsung menjadi de-stabilisasi secara langsung melalui kudeta militer. Pada fase ini pemerintah AS bekerja dengan dua tahapan: (1) memobilisasi sumber-sumber intelijen AS; memberhentikan pejabat-pejabat yang diduga ”pembangkang” di kalangan pejabat militer aktif, terutama di kantong-kantong militer yang reaksioner, dimana dalam kasus Venezuela, militer reaksioner tersebut umumnya bernaung di bawah komando angkatan laut dan angkatan udara; dan memperkuat media massa yang dikuasai kalangan bisnis untuk menyampaikan pesan terus-menerus tentang ketidakstabilan dan kejatuhan yang dahsyat dari rejim Bolivarian, dan mendorong terjadinya pelarian modal; (2) mengorganisir pejabat-pejabat tinggi militer otoriter di angkatan laut dan angkatan udara untuk menekan angkatan darat – yang merupakan benteng utama pendukung Chávez
• Fase ketiga, seturut strategi internalnya Washington kemudian menerapkan strategi eksternal untuk mengepung rejim Bolivarian. Menteri luar negeri Colin Powell dengan gencarnya menyatakan bahwa Chávez adalah seorang pemimpin otoriter. Powell dan juga IMF, kemudian menyatakan dukungan mereka terhadap ”pemerintahan transisional,” dimana ini merupakan pertanda dukungan keduanya terhadap kudeta militer
• Kudeta militer yang didukung penuh AS ini, memang berhasil mengusir Hugo Chávez dari istana kepresidenan. Sebagai penggantinya, oligarki mengangkat Pedro Carmona Estanga, seorang mantan pemimpin Fedecámaras (the Venezuelan Chamber of Commerce/Dewan Bisnis Venezuela),

Situasi Paska Kudeta
• Paska kudeta ini, kesadaran politik rakyat Venezuela berkembang dengan sangat cepat. Mereka melihat dengan mata telanjang bahwa oligarki yang berkoar-koar tanpa henti melalui media massa yang dikuasainya bahwa rejim Bolivarian adalah rejim otoriter, ternyata merupakan kelompok yang paling tidak demokratis. Sebaliknya,
• Wujud dari kebangkitan kesadaran politik rakyat itu dibuktikan dengan berlomba-lombanya rakyat bergabung ke dalam organisasi pendukung Chávez, Bolivarian Circles, di seluruh penjuru negeri. Organisasi-organisasi baru juga bermunculan seperti, komite tanah perkotaan dan kelompok-kelompok kelas menengah seperti para dokter, guru, dan pengacara.
• Mereka untuk membentuk serikat buruh independen guna mendukung proses revolusioner. Demikian juga dengan beberapa partai kiri, memberikan dukungan kritis terhadap pemerintah dengan membuat platform bersama. Sentimen internasional yang bersifat mendukung pemerintahan demokratis yang baru dikudeta juga mulai bermunculan.
• Semuanya itu memberikan kesempatan kepada Chávez untuk memperkukuh kekuasaannya. Pertama-tama ia memberlakukan kembali Konstitusi 1999 yang dibatalkan oleh Carmona, melakukan konsolidasi kekuasaan untuk menghadapi kemungkinan kudeta selanjutnya, dan kemudian melakukan pembersihan di kalangan militer. Yang kontroversial adalah tawaran dialog yang diberikannya kepada oligarki.
• Selama dua bulan dari tanggal 2 Desember 2002, pemerintahan Chávez kembali diguncang oleh serangkaian pemogokan besar-besaran yang dikoordinir oleh kalangan bisnis, yang dipimpin oleh pebisnis dari industri minyak. Tujuan utama dari pemogokan ini adalah menghentikan produksi dan distribusi minyak. Akibatnya, Venezuela menghentikan ekspor minyak harian sebanyak 2,800,000 barel (450,000 m³) dan produk ikutannya seperti bensin untuk konsumsi domestik.
• Aktivitas negara Venezuela terbukti tak berhenti akibat pemogokan itu. Menurut Marta Harnecker seorang sejarawan gerakan sosial Amerika Latin asal Kuba, ini merupakan kegagalan besar kedua yang diderita oleh Oligarki. Selain itu, paska kegagalan kedua ini industri minyak nasional kini sepenuhnya berada di bawah kontrol pemerintahan Chávez.
• oligarki kali ini menggunakan celah yang diberikan oleh Konstitusi 1999 yakni, mekanisme referendum.
• Tetapi, tak dinyana Chávez setuju menggunakan saluran referendum untuk menguji dukungan rakyat terhadap dirinya. Karena, seperti kata James Petras, referendum ini mencerminkan pertentangan kelas antara AS vs OPEC, antara imperialisme AS vs nasionalisme Amerika Latin, antara neoliberalisme vs nasionalisme sosial, dan antara otoritarianisme elite penguasa vs kesadaran asli kelas pekerja perkotaan, pengangguran, pengusaha kecil, buruh pedesaan tak bertanah dan petani kecil. Dengan persetujuan Chávez ini, pada 23 Agustus 2003 kalangan oligarki mulai mendata sejumlah 2.000 tanda-tangan sebagai prosedur pertama untuk diadakannya referendum berdasarkan Konstitusi 1999.
• oligarki berhasil mengoleksi sejumlah 3.2 juta tanda tangan. Ketika dipresentasikan di hadapan National Electoral Council (CNE), pihak CNE menolak keabsahan jumlah tersebut karena di sana-sini penuh dengan manipulasi, dengan perbandingan suara 3:0 dengan 2 anggota abstain. Pada bulan November, oligarki kembali mengajukan daftar tanda tangan untuk diverifikasi oleh CNE. Dan pada 3 Juni 2004, CNE menyatakan bahwa tanda tangan itu valid. Referendum pun segera akan digelar.
• Hari-hari menjelang referendum, Chávez mengajak rakyat untuk mempersiapkan diri menghadapi referendum yang akan menentukan sendiri nasibnya. Ia menganjurkan agar rakyat melakukan taktik ronda yang disebutnya electoral patrols, di seluruh negeri melalui pembentukan unit-unit organisasi mikro. Setiap unit terdiri atas lima sampai sepuluh anggota aktivis sosial dan politik yang bekerja setiap hari, dari rumah ke rumah untuk meyakinkan sepuluh atau lebih orang agar menggunakan hak suaranya.
• Demikianlah, sehari sebelum referendum yang dilakukan pada 15 Agustus 2004, Chávez melalui radio milik negara menyerukan kepada rakyatnya untuk segera berbondong-bondong menuju bilik suara. Menurut kesaksian Michael Lebowits, penulis jurnal Monthly Review, betapa mengagumkannya antusiasme rakyat untuk menggunakan hak suaranya:
• Pada jam 3 pagi, rakyat di barrios telah bangun dan mulai membunyikan terompetnya. Tempat pemungutan suara buka pada jam 6 pagi dan garis pembatas semakin bertambah panjang. Rakyat yang antri memberikan suaranya diperkirakan sepanjang satu mil bahkan lebih dan mereka berada di situ hingga batas akhir pemberian suara jam 4 sore. Sedemikian antusiasnya rakyat untuk ikut referendum, sampai-sampai ada yang menunggu hingga selama 10 jam untuk memberikan suaranya.”
• Hasilnya : Chávez meraih dukungan sebesar 59.25 persen.

Program-program Strategis Pemerintah Chávez
1. Pembentukan Konstitusi 1999
platform bersama seluruh rakyat. persatuan di kalangan gerakan sosial tidak mungkin dicapai melalui penyatuan secara organisasional, melainkan harus dicapai dengan membangun konsensus atau platform bersama. Dan platform bersama tersebut tak lain adalah konstitusi, yang nantinya mengikat dan menjamin kepentingan bersama. Chávez bukanlah pusat dari proses ini. Ia adalah komunikator. Pusat dari proses ini adalah gagasan-gagasan dan dalam kasus kami adalah Konstitusi.
Atas dasar pemikiran ini, ketika Chávez terpilih sebagai presiden pada 1998, hal pertama yang dilakukan pemerintahannya adalah melaksanakan referendum untuk pembentukan Dewan Konstituante (DK). Tugas DK adalah menyusun sebuah konstitusi baru guna menggantikan konstitusi lama tahun 1961 yang dianggap melindungi dan melestarikan kekuasaan oligarki. Tak lama berselang, pada 15 Desember 1999 sebuah konstitusi baru yang disebut Konstitusi 1999 sukses diundangkan.

Melalui konstitusi ini, alternatif di luar neoliberalisme dilembagakan. Dalam preambule dari Konstitusi 1999 disebutkan, ”salah satu tujuan konstitusi ini adalah untuk mendirikan sebuah sistem demokrasi partisipatif yang tercapai melalui pemilu perwakilan, pemungutan suara rakyat lewat referendum, dan mobilisasi rakyat.”
Di dalam Konstitusi 1999 ini, tidak kurang dari 111 pasal yang menjamin penghormatan terhadap hak-hak sipil dan politik rakyat, khususnya menyangkut topik tentang kebudahaan dan pendidikan, hak-hak masyarakat adat, perumahan yang layak dan memadai, distribusi tanah, keamanan kerja, perlindungan terhadap keluarga dan anak-anak dan prioritas terhadap lingkungan. Untuk partisipasi politik, hal itu dijamin pada pasal 71 sampai 74, yang menjelaskan tentang mekanisme referendum yang menjamin rakyat untuk secara langsung bersuara di dalam pembuatan undang-undang dan kekuasaan me-recall setiap figur publik yang terpilih. Militer juga diberikan hak untuk memilih,

Ada enam pasal yang mengelaborasi tentang tugas-tugas seluruh warga negara. Pasal-pasal ini dibuat dengan maksud agar pemerintahan the Fifth Republic mendaftar kebutuhan publik secara umum untuk mengejar tugas-tugas nasional.

Pasal 135 menyatakan, kewajiban negara terhadap kesejahteraan umum tidak menghalangi kewajiban individu-individu swasta untuk berpartisipasi menurut kemampuan mereka.

2. Memperkuat Demokrasi Partisipatoris
Kemiskinan tidak bisa dikikis jika kita tidak memberikan kekuasaan kepada rakyat,” harus segera direalisasikan pada level praktis dalam bentuk organisasi dan memasukkan rakyat ke dalamnya serta mengekspresikan partisipasinya secara konkret.
Konkretnya, gerakan saat ini mesti melembagakan dirinya pada semua level – baik pada level organisasi rakyat terkecil, level kota dan level tempat tinggal yang berbeda-beda – organisasi, sehingga semakin meluas dan membesar.

Dalam konteks ini, menarik untuk melihat apa yang terjadi pada Bolivarian Circles (Circulos Bolivarianos atau CB’s). Organisasi ini spontan didirikan oleh para pendukung Chávez pada awal tahun 2003, sebagai reaksi atas lemahnya dukungan akar rumput yang terorganisir kepada Chávez. CB’s pada mulanya adalah sebuah kelompok komunitas yang mempelajari tentang seluk-beluk konstitusi dan sejarah Venezuela. Dari awalan ini, CB’s selanjutnya bekerja untuk meningkatkan proyek-proyek komunitas lokal dan akhirnya mulai menggarap isu-isu besar seperti pendidikan dan kesehatan serta mulai mengekspresikan keinginan mereka untuk berpartisipasi secara langsung dalam pembuatan kebijakan yang berdampak pada komunitasnya.

Ledakan perkembangan CB’s terjadi menjelang dan sesudah pelaksanaan referendum. Hingga kini, sekitar 2.2 juta orang secara formal tercatat sebagai anggota CB’s. Organisasi ini mendasarkan dirinya pada struktur lingkaran, dimana setiap lingkaran terdiri atas 7-10 orang dengan status keanggotaan yang sama. Setiap lingkaran fungsi utamanya adalah melibatkan komunitasnya secara konsisten dengan kebutuhan-kebutuhan lokal khusus mereka. Dengan lebih dari 200 ribu lingkaran yang terlibat di dalamnya, dalamnya, koordinasi secara nasional masih berantakan
Menyadari kelemahan ini, CB’s kemudian membangun struktur organisasinya menjadi lebih kompleks, tanpa melikuidasi karakter lokal dan tradisional yang melekat pada setiap lingkaran. Hasilnya, CB’s kemudian bertransformasi menjadi Bolivarian Houses (Casas Bolivarianas atau CB). Struktur baru ini dimaksudkan untuk menyatukan lingkaran-lingkaran tersebut. Dokumen CB’s menyatakan, Bolivarian Houses merupakan ”ruang komunitas tempat diadakannya pertemuan, pertukaran gagasan dan pengalaman; ruang artikulasi, penyatuan dan penguatan berbagai organisasi, gerakan dan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kontruksi dan konsolidasi kekuasaan rakyat dan orientasinya dalam pertahanan, pembentukan dan pembangunan proyek yang diusulkan pada negara dan masyarakat baru seperti yang diamanatkan oleh Konstitusi.”
Bersama-sama dengan berbagai asosiasi masyarakat sipil, Bolivarian Houses ini menangani isu-isu yang kompleks pada tingkat regional, nasional bahkan internasional. Dalam partisipasinya, asosiasi-asosiasi sipil ini mengorganisir dirinya ke dalam sepuluh area aktivitas menurut kepentingan dan kemampuannya: pendidikan; sosial ekonomi dan kerja produktif; perencanaan dan pembangunan kebudayaan dan komunikasi; keamanan pangan; kesehatan dan lingkungan; perlindungan dan pelayanan sosial; infrastruktur, urbanisasi dan transportasi; turisme; rekreasi dan olah raga; dan integrasi Amerika Latin.
Masalah pendanaan. Menjawab masalah ini, Bolivarian Houses memutuskan untuk tidak menerima dana sebagai sebuah entitas. Untuk membiayai operasi organisasi, Koordinator Nasional secara khusus menginstruksikan kepada setiap lingkaran untuk mencari dana melalui saluran lokal yang dibentuk oleh pemerintah bagi seluruh kelompok organisasi warga. Merupakan sebuah kekeliruan jika kantor nasional menawarkan bantuan teknis, logistik dan infrastruktur organisasi, karena mereka tidak memiliki sumberdaya untuk itu.
Dengan kebijakan ini, Bolivarian Houses mempertahankan kemandirian organisasi terhadap pemerintahan Chávez. Bersamaan dengannya, koordinator nasional tetap merupakan bagian yang organik dengan lingkaran-lingkaran yang merupakan inti kekuatan organisasi. Lingkaran-lingkaran tidak dianggap sebagai bawahan yang mesti tunduk dan patuh pada koordinator nasional, atau sebaliknya koordinator nasional tumbuh sebagai sebuah elit baru yang mengatasnamakan kepentingan lingkaran. Inilah yang berkali-kali ditekankan oleh Roland Denis bahwa di Venezuela, tidak ada organisasi pelopor seperti di negara lainnya. Di Venezuela, kepeloporan merupakan sebuah pengakuan, ketika apa yang kita kerjakan kemudian ditiru dan diadopsi oleh yang lain. Dengan demikian di Venezuela semua orang atau kelompok adalah pelopor dan itu artinya revolusi adalah karya semua orang. Inilah makna dari kata ”merealisasikan demokrasi partisipatoris.”

3. Memberdayakan Koperasi Sebagai Sokoguru Ekonomi Rakyat
Pertama, defisit anggaran untuk merangsang permintaan domestik; kedua, meningkatkan upah nominal plus kontrol harga untuk mempengaruhi redistribusi pendapatan. Di sini, peningkatan upah didesain untuk menghasilkan dampak-dampak redistributif, sedangkan kontrol harga diterapkan guna menjaga agar inflasi tetap bisa dikontrol; ketiga, kontrol terhadap nilai tukar atau apresiasi untuk memotong inflasi dan meningkatkan upah dan keuntungan dalam sektor-sektor barang non-perdagangan.

Dalam situasi dimana tingkat kesenjangan ekonomi sangat tinggi, rejim Chávez mengajukan tiga elemen sebagai resep: (1) reaktivasi ekonomi; (2) redistribusi pendapatan; dan (3) restrukturisasi ekonomi.

Chávez bersikukuh pada kebijkannya semula, karena ia percaya sekali ekonomi digerakkan kembali adalah mungkin baginya untuk mendorong tercapainya dua tujuan yang lain yakni, redistribusi pendapatan dan restrukturisasi ekonomi. Pada tahap ini, redistribusi pendapatan dilakukan melalui peningkatan upah nyata secara besar-besaran, sembari menghindari terjadinyan peningkatan harga.
Pertama, memberlakukan kebijakan stabilitas tingkat pertukaran, yang berarti stabilisasi mata uang. Yang paling penting adalah melakukan investasi di bidang infrastruktur dan penyediaan kredit untuk pertumbuhan dari bawah. Di sini kata kuncinya adalah “pertumbuhan dari bawah” bukan “pertumbuhan dari atas.” “Trickle-up” economics, not “trickle-down.”

Investasi di bidang infrastruktur ini meliputi investasi di sektor infrastruktur dasar yang produktif seperti jalan raya, pendidikan, kesehatan, dan pengembangan angkatan kerja. Dengan kebijakan ini, target lain yang dituju adalah terbangunnya aliansi strategis dengan produser nasional – bukan dengan pedagang komersial atau dengan perusahaan-perusahaan transnasional. Untuk mewujudkan tujuan ini, pemerintahan Chávez merealisasikan dukungannya melalui kredit yang sangat baik dan perlindungan usaha. Dana yang digunakan untuk kredit tersebut diambil dari pendapatan minyak yang berlimpah. Tujuan yang hendak dicapai: (1) memperkuat produser skala kecil dan menengah yang selama ini mendapat perlakuan diskriminatif dari oligarki; (2) Memutus ketergantungan Venezuela pada pendapatan dari sektor minyak, khususnya untuk membiayai pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, penyediaan kredit, dan perumahaan yang layak bagi buruh; (3) untuk memperkuat ekonomi nasional agar tidak mudah digoncang oleh krisis ekonomi eksternal. Selama ini, pendapatan yang sangat besar dari minyak telah menyebabkan rejim sebelumnya terlena sehingga tidak membangun kekuatan ekonomi domestiknya.
Subsidi tidak ditujukan kepada pengusaha-pengusaha besar tetapi, hanya untuk membantu rakyat miskin, produser skala kecil dan menengah, terhadap koperasi, terhadap tipe-tipe ekonomi baru, dan terhadap ekonomi sosial.

Lebih khusus lagi, subsidi terutama ditujukan pada koperasi, “koperasi adalah bisnis masa depan.” Koperasi, struktur organisasinya tidak mengontradiksikan antara buruh dan majikan.
Jika kinerja perusahaan buruk maka berdampak pada pendapatan para anggotanya yang ikut-ikutan memburuk, demikian sebaliknya. Keadaan ini mendorong tumbuhnya etos solidaritas dalam ekonomi yang pada akhirnya melahirkan iklim yang stabil dalam berusaha. Di sini kita lihat, paradigma ekonomi yang bertumpu pada profit hendak digeser menjadi paradigma yang bertumpu pada humanisme dan soilidaritas.
Dukungan terhadap pertumbuhan koperasi ini dijamin melalui pasal 24 dari Law of the Intergovernmental Decentralization Fund (FIDES), yang menugaskan pemerintah untuk mengalokasikan 20 persen sumberdayanya setiap tahun untuk negara dan kotamadya agar membiayai proyek-proyek yang dilaksanakan oleh komunitas, asosiasi-asosiasi rukun warga dan LSM. Pada tahun 2003, rejim Bolivarian mengalokasikan anggaran sebesar 15 miliar Bolivar dalam struktur anggaran federal untuk membiayai koperasi. Karena koperasi-koperasi ini bertumbuh secara mandiri berdasarkan pada lokasi dan kebutuhan yang spesifik, pemerintah kemudian mendorong agar koperasi-koperasi ini membangun kerjasama di antara mereka, dari tingkat terkecil hingga ke tingkat regional.

4. Mempromosikan ALBA sebagai Tandingan dari FTAA
Dilema ini dipecahkan rejim Bolivarian dengan mempromosikan ALBA (Alternative Bolivariana para las Americas/The Bolivarian Alternative for Latin America and the Caribbean). ALBA ini adalah sebuah kerjasama ekonomi kawasan Amerika Latin, yang dimaksudkan sebagai alternatif terhadap FTAA (Free Trade of the Americas/ALCA), yang mengusung ideologi kapitalis-neoliberal yang disponsori oleh AS.
Sebagai sebuah akternatif, ALBA bertolak dari prinsip-prinsip yang diterapkan rejim Bolivarian dalam membangun ekonomi nasionalnya. Seperti yang telah diuraikan di atas, pembangunan ekonomi nasional Venezuela bertumpu pada nilai-nilai persamaan, keadilan dan solidaritas. Nilai-nilai inilah yang kemudian diadopsi oleh ALBA. Dengan demikian, kerjasama ekonomi ini tidak berbasis pada persaingan bebas yang digerakkan oleh perusahaan-perusahaan transnasional, seperti yang menjadi ideal FTAA. Berikut diantaranya:

• Pertanian untuk rakyat
Kepentingan korporasi transnasional di bidang pertanian ini dengan sangat telanjang telah menabrak kepentingan rakyat miskin di kawasan Amerika Latin. Hal ini disebabkan karena di kawasan itu, produksi barang-barang pertanian tidak semata-mata berarti produksi barang dagangan (komoditi). Lebih dari itu, pertanian adalah sebuah cara hidup (waf of life) mayoritas rakyat. Dalam kurun waktu yang lama, pertanian telah menjadi fondasi bagi perlindungan budaya, sebentuk penguasaan teritori (wilayah) yang mendefinisikan hubungan manusia dengan alam dan yang secara langsung berkaitan dengan keamanan dan kedaulatan pangan.

Dalam pasal 305 Konstitusi 1999 disebutkan, ”negara harus memromosikan pertanian berkelanjutan sebagai strategi dasar untuk integrasi pembangunan pedesaan dan konsekuensinya menjadim keamanan pangan rakyat; ini harus dipahami sebagai kecukupan nasional dan ketersediaan pangan yang stabil dan menguntungkan serta akses yang permanen. Keamanan pangan harus dicapai melalui pengembangan dan pengistimewaan produksi pertanian domestik,
Dengan demikian, negara harus membantu pembiayaan, perdagangan, transfer teknologi, kepemilikan lahan, infrastruktur, kualifikasi tenaga kerja dan kebijakan-kebijakan lain yang dibutuhkan untuk mencapai level strategis kemandirian pangan.”

Membaca Konstitusi ini, tampak jelas kebijakan ini sangat bertentangan dengan kebijakan neoliberal yang diusung FTAA. Dalam proposal ALBA, pemerintah diwajibkan untuk memberikan subsidi dan perlindungan penuh terhadap sektor pertanian.

• hak rakyat pada pengobatan dan untuk kualitas pangan yang baik.
ALBA mengumandangkan perlawanan terhadap rejim paten. Hal milik intelektual harus diletakkan dalam kerangka produk budaya, sebuah kerja bersama berkelanjutan dari seluruh pengetahuan manusia. Oleh karena itu, karya intelektual tidak boleh dimonopoli untuk kepentingan akumulasi kapital dari perusahaan transnasional. Sebagai alternatif, ALBA memromosikan proteksi pasar nasional dari serbuan barang-barang impor, tetapi menuntut akses sebesar-besarnya dan seluas-luasnya terhadap hak milik intelektual.

• Menolak liberalisasi, deregulasi dan privatisasi pelayanan publik.
Rejim Bolivarian dengan tegas menentang liberalisasi, deregulasi dan privatiasi. Kebijakan-kebijakan ini dianggap membatasi peran negara untuk mendesain dan memutuskan kebijakan yang membela hak-hak rakyat untuk memperoleh akses terhadap perlunya pelayanan berkualitas dengan harga yang terjangkau.
Dalam pandangan rejim Bolivarian, pelayanan publik merupakan kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi, bukan untuk diperdagangkan untuk mencapai keuntungan. Oleh karena itu, keuntungan tidak diukur berdasarkan harga, tapi oleh kepentingan sosial. Konsekuensinya, ketersediaan pelayanan publik harus ditentukan berdasarkan kebutuhan sosial individual, bukan oleh kemampuan mereka untuk membayar. Dari sudut pandang ini, rakyat membutuhkan liberalisasi dan bukan privatisasi pelayanan publik. Rejim Bolivarian tidak pernah menerima persetujuan dimana implikasinya seluruh pelayanan publik menjadi terbuka bagi kompetisi asing. Rejim ini juga menolak dihapuskannya instrumen-instrumen kebijakan publik seperti tarif, subsidi atau solidaritas publik dan tanggung jawab untuk meregulasi harga serta jaminan akses yang besar bagi mayoritas terhadap pelayanan-pelayanan yang esensial.

• Dana pengganti untuk mengoreksi ketimpangan dalam ALBA
ALBA membentuk sebuah dana kemitraan yang dikenal dengan nama Compensatory Funds of Structural Convergence. Tujuannya, untuk mengurangi kesenjangan dalam level pembangunan negara-negara dan sektor-sektor produktif,
Compensatory Funds ini mirip dengan tugas yang diemban oleh Bank Dunia ketika pertama kali didirikan pada masa perang dunia II. Yakni untuk mengelola dan mendistribusikan bantuan keuangan kepada banyak negara yang ekonominya mudah diserang oleh krisis. Dengan adanya Compensatory Funds ini, negara-negara yang miskin dibantu untuk mengurangi resiko kerugian hingga ke tingkat yang tidak membahayakan performa ekonomi nasionalnya. Dalam pengertian ini, Compensatory Funds bukanlah bantuan berkedok utang seperti yang disalurkan oleh Bank Dunia dan IMF.

5. Memberdayakan Media Komunitas
Dalam kasus Venezuela, media massanya dikuasai secara oligopoli oleh dua keluarga besar yakni, keluarga Cisneros dan Bottome & Granier Group. Keluarga Cisneros adalah pemilik Venevisión, salah satu stasiun televisi terbesar di Venezuela yang memiliki 70 saluran media di 30 negara, termasuk DirecTV Latin America, AOL Latin America, Caracol Television (Colombia), the Univisión Network di AS, Galavisión, dan Playboy Latin Amerika. Sementara itu, Bottome & Granier Group menguasai Radio Caracas Televisión (RCTV) dan Radio Caracas Radio.
Sedangkan untuk media cetak, enam media cetak harian terbesar dikontrol oleh kelompok-kelompok keluarga yang juga terbatas. Padahal para pemilik media cetak ini juga memiliki majalah, harian, dan perusahaan hubungan masyarakat (humas).
Dengan kepemilikan yang oligopolisitik itu, bisa diterka bagaimana besar pengaruh politik mereka dalam menentangan rejim Bolivarian. Sebagai contoh, lima jaringan televisi swasta terbesar yakni, Venevisión, Radio Caracas Televisión (RCTV), Globovisión, Televan dan CMT, mengontrol 90 persen pasar. Sisanya, 5 persen dikontrol oleh televisi swasta kecil. Contoh lain, ketika Teodoro Petkoff, editor El Mundo, sebuah koran sore yang dimiliki oleh Capriles Group bergabung dalam oposisi, ia menggunakan El Mundo untuk menyuarakan kepentingan-kepentingan politiknya. Belakangan ia juga mendirikan hari Tal Cual, salah satu dari sepuluh besar media cetak di Venezuela sebagai ajang propaganda politiknya menentang Chávez . Satunya-satunya televisi publik adalah Venezolana de Televisión (atau Channel 8).
Demikian juga, ketika berlangsung pemogokan besar-besaran 64 hari di bulan Desember 2002 sampai Januari 2003, empat stasiun televisi terbesar membiayai sendiri program yang mendukung pemogokan sepanjang hari. Tak ada program komersial, tak ada opera sabun, tak ada film, tak ada kartun dan juga sitcoms. Dalam hari-hari itu, tak kurang dari 17.000 propaganda yang disiarkan untuk melawan pemerintah.
Dengan demikian, selama pergolakan politik itu rakyat hanya mendapatkan berita dan gambar yang bersifat sepihak dan manipulatif. Di sini media tidak menyampaikan realitas yang sebenarnya. Realitas yang ditampilkan adalah realitas yang dibentuk oleh pemilik media sesuai dengan kepentingan politiknya. Akibatnya, rakyat tidak memperoleh informasi yang benar dan menyeluruh. Potret media ini jelas sekali bertolakbelakang dengan gambaran suci bahwa media bersifat independen, bekerja berdasarkan prinsip check and balance, dan non-partisan.
Berdasarkan kenyataan itu, rejim Bolivarian kemudian meresponnya dengan menciptakan sendiri makna tentang ”Fairness Doctrine.” Dewan Nasional Venezuela kemudian memperkenalkan reformasi media melalui Law of Social Responsibility in Radio and Television (LSRRT), yang mengusulkan tentang jaminan akses publik terhadap media. Usulan LSRRT ini kemudian memperoleh persetujuan Dewan Nasional Komisi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Komunikasi Sosial Media pada Mei 2003. Usulan ini kontan ditentang oleh asosiasi pengelola media tradisional seperti Venezuelan Broadcasting Guild (Cámara Venezolana de la Indsutria de la Radiofusión). Setelah melalui perdebatan yang alot, LSRRT akhirnya disahkan oleh Dewan Nasional sebelum akhir 2004.
Dalam usulannya, LSRRT ingin mereformasi struktur kepemilikan media dan juga isi media. Dalam hal isi, LSRRT tidak mengeluarkan peraturan-peraturan yang secara ketat mengontrol isi program media milik swasta. Reformasinya lebih bertujuan untuk memperkuat peraturan yang berkaitan dengan kepantasan tayangan selama masa jam tayang untuk anak-anak, dukungan terhadap saluran-saluran media independen, demokratisasi radio dan televisi, serta akses publik dan partisipasi rakyat dalam komunikasi media.
Dari sidit struktur kepemilikan, langkah konkret yang ditempuh rejim Bolivarian adalah membantu organisasi-organisasi komunitas di seluruh Venezuela untuk memperoleh lisensi bagi penyiaran lokal. Di samping itu, pemerintah juga menjamin hak hidup tidak kurang dari 500 surat kabar komunitas dan tak terhitung website yang ada. Dengan mendorong dan menjamin keragaman media, maka struktur kepemilikan media diharapkan menjadi lebih demokratis. Dari segi isi berita, media-media lokal dan komunitas yang dikelola secara ”amatiran” tersebut, sanggup menangkal monopoli informasi yang selama ini didistribusikan oleh oligarki; mereka mencari dan menceritakan sendiri kehidupannya; dan menyuarakan peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman lokal setempat yang tidak diliput oleh media komersial.
Hanya dengan cara seperti ini, rejim Bolivarian percaya bahwa media adalah salah satu pilar demokrasi.

• Sejak bulan Januari 2005 presiden Hugo Chavez melancarkan “perang” terghadap ‘latifundia” (pemilikan tanah secara luas sekali). Sebab, menurut angka-angka resmi, 5% dari penduduk Venezuela (kebanyakan berkulit putih) memiliki 80% luas tanah, baik yang di perkotaan maupun pedesaan dan pertanian. Kampanye Hugo Chavez untuk masalah ini berselogan : “Pembebasan untuk tanah dan manusia. Lawan latifundia!”. Ia juga berkali-kali menyatakan bahwa: “Perang terhadap latifundia ini adalah isi pokok dari revolusi Bolivarian. Revolusi yang tidak memperbaiki pemilikan tanah, yang tidak memberikan tanah untuk petani, tidak memberikan tanah kepada yang mengerjakan, tidak bisa menamakan diri lagi revolusi” kata Hugo Chavez.

• Hugo Chavez juga mengintroduksi jaminan sosial untuk rakyat miskin, dan melancarkan gerakan yang diberi nama Mission Guaicaipuro yang bertujuan untuk melindungi kehidupan, agama, tanah, adat, dan hak-hak azasi penduduk asli, yang kebanyakan terdiri dari suku Indian. Gerakan-gerakan lainnya diberi nama Mission Robinson (untuk pembrantasan buta-huruf bagi 1,5 juta orang dewasa), Mission Sucre (untuk pemuda-pemuda melanjutkan sekolah), Mission Ribas (untuk jutaan anak-anak yang putus sekolah), Mission Barrio Adentro (untuk mendirikan dan memperlengkapi rumahsakit dan klinik di seluruh negeri).



Venezuela dan Amerika Latin
• Pada dewasa ini, dengan kadar yang berbeda-beda, dan juga dengan cara yang tidak sama - dari yang paling lunak sampai yang paling keras - politik kiri dan tengah-kiri sedang dianut oleh pemerintahan di Venezuela, Bolivia, Kuba, Panama, Argentina, Uruguay, Cili dan Brasilia. Yang patut diperhatikan di sini ialah bahwa para pemimpin negara-negara tersebut dipilih secara demokratis lewat pemilu, kecuali yang di Kuba yang mempunyai sejarah tersendiri.
• Januari 2006 Michelle Bachelet mantan tapol perempuan terpilih (dengan 53,22% suara) sebagai presiden Cili, disusul oleh kemenenangan Evo Morales pemimpin gerakan petani suku Indian sebagai presiden Bolivia (dengan 54% suara). Wakil dari partai-partai kanan dan ultra-kanan, yang umumnya pro-Amerika dan disokong kalangan reaksioner dalamnegeri, dikalahkan oleh calon-calon yang berhaluan kiri atau tengah-kiri.
• Populisme sudah datang kembali di Amerika Latin. Populisme yang telah ditanggalkan pada akhir tahun 80-an dan permulaan 90-an, namun kini kembali bangkit dengan kekuatan penuh. Dan populisme ini akan menjadi komponen utama dari bidang politik dan ekonomi Amerika Latin saat ini dan di masa datang.
• Pergeseran ke kiri banyak negeri Amerika Latin adalah merupakan serangan-balasan atau pukulan-balik terhadap kegagalan berbagai reformasi ekonomi dan kebijakan yang dianjurkan oleh IMF dan Bank Dunia dalam tahun-tahun 1980-an. Pengalaman selama 25 tahun menunjukkan kegagalan yang tiada taranya dalam sejarah Amerika LatinSejak tahun 1980 pendapatan penduduk per capita meningkat hanya kira-kira 10%. Oleh karena itu, para calon presiden di Argentina, Brasilia, Venezuela, Uruguay, Ecuador, dan Bolivia baru-baru ini, semuanya menentang neo-liberalisme. Sekarang, para pemimpin populis ini terutama sekali menekankan diutamakannya egalitarisme (persamaan) sosial, dan tidak menghargai anjuran-anjuran yang diberikan oleh IMF dan pemerintah AS.
• Kebangkitan rakyat-rakyat berbagai negeri Amerika Latin, adalah fenomena penting dan bersejarah bagi situasi internasional ini, dalam melawan kekuatan imperiaslisme AS yang sekarang makin dimusuhi oleh banyak fihak di berbagai penjuru dunia. Sebagian dari kebangkitan ini diberi nama Revolusi Bolivarian, yang juga disebut sebagai sosialisme partisipatif, atau sosialisme demokratik.
• Dalam proses kebangkitan rakyat-rakyat berbagai negeri Amerika Latin ini, peran yang dimainkan oleh Chavez menjadi makin penting hingga saat ini (kritik kerasnya terhadap AS sehubungan dengan Serangan Israel ke Lebanon). Dalam banyak hal, peran yang dimainkan Hugo Chavez sudah melebihi peran Fidel Castro dari Kuba.
• Washington menganggap bahwa Hugo Chavez sekarang lebih berbahaya dari pada Fidel Castro, dan menjadi tokoh yang paling penting di Amerika Latin. Karena, Hugo Chavez, dan para pendukungnya, sudah menggunakan kekayaan minyak negara mereka untuk "mengekspor revolusi Bolivarian" ke berbagai negeri di benua ini.
• Di bidang internasional, Hugo Chavez juga mengadakan kerjasama dan menjalin persahabatan dengan fihak-fihak yang menjadi "musuh" AS, seperti Kuba, Iran, Siria Hamas di Palestina.
• Chavez melalui Forum Sosial Sedunia di Caracas bulan Januari, supaya gerakan sosial di berbagai negeri ditingkatkan dan diiringi dengan strategi pengambilan kekuasaan.
• Citra yang baik Hugo Chavez di berbagai negeri Amerika Latin didukung oleh kekayaan minyaknya. Hubungan yang erat sekali adalah dengan Kuba, dengan ditandatanganinya sejumlah besar perjanjian kerjasama di bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Di antara kerjasama dengan Kuba ini termasuk supply minyal sebanyak 53.000 barrel per hari, yang merupakan setengah dari kebutuhan Kuba per harinya. Sebaliknya Kuba membantu Venezuela dengan pengiriman 20.000 tenaga kedokteran dan personil medikal untuk banyak poliklinik dan rumah sakit, 6.500 pelatih olahraga, 2.000 guru untuk pemberantasan buta-huruf., Dengan berbagai negeri Amerika Latin lainnya Venezuela juga mengadakan kerjasama erat, antara lain dengan Bolivia, Argentina, Peru, Equador, Brasilia, Chili dan daerah Karibea.
• Hugo Chavez juga menggariskan politik luar negeri yang berprinsip: independensi Venezuela dan melawan campurtangan AS ; pan-americanisme Bolivarian ; partisipasi dalam pembentukan dunia yang berdasar multipolar; pendekatan dengan Eropa untuk mengimbangi AS.
• Dalam rangka terciptanya dunia yang multipolar inilah Hugo Chavez dengan giat mendorong terbentuknya komunitas Amerika Latin dan menganjurkan perlawanan terhadap neo-liberalisme yang buas, yang telah membikin banyak negeri dunia ketiga menderita. Dalam rangka ini pulalah Venezuela memainkan peran aktif dalam projek pembangunan stasiun penyiaran TV Amerika Latin yang diberi nama Telesur yang pusatnya di Caracas. Telesur didukung oleh berbagai negara Amerika Latin, dan akan menyamai CNN atau Aljazeera di Timur Tengah. Kalau setasiun TV Telesur ini sudah mulai bekerja, maka akan merupakan podium dan corong penting untuk gagasan integrasi Amerika Latin yang dicita-citakan Hugo Chavez dengan Bolivarisme-nya.

BACA ARSIP DI BLOG INI

Komite Persiapan Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia

"GABUNGAN SOLIDARITAS PERJUANGAN BURUH, BEKASI"
" FORUM BURUH LINTAS PABRIK, JAKARTA "
"FNPBI-PRM MEDAN"
" SBBSU SUMATERA UTARA "
"FNPBI-PRM SURABAYA"
"FNPBI INDEPENDEN MOJOKERTO"
"SERIKAT BURUH GARUDA, SUMEDANG"
"FNPBI-PRM SAMARINDA"
"FNPBI-PRM BALIKPAPAN"
" FORUM SOLIDARITAS PERJUANGAN BURUH, BANDUNG "

KPRM-PRD

G S P B