KOMITE PERSIAPAN PERSATUAN PERGERAKAN BURUH INDONESIA
(KP PPBI)
Jl. Tebet Timur Dalam VIII P/No 16, Jakarta Selatan
Telp/Fax : 021 829 8425
Email : kp.ppbi@gmail.com, Web Blog : kp-ppbi.blogspot.com
=============================================================================================
17 tahun kematian Marsinah :
Perjuangkan Demokrasi Sejati dengan Pembubaran Lembaga Teritorial TNI
Dan Mengadili Tentara-Tentara Pelanggar HAM
(KP PPBI)
Jl. Tebet Timur Dalam VIII P/No 16, Jakarta Selatan
Telp/Fax : 021 829 8425
Email : kp.ppbi@gmail.com, Web Blog : kp-ppbi.blogspot.com
=============================================================================================
17 tahun kematian Marsinah :
Perjuangkan Demokrasi Sejati dengan Pembubaran Lembaga Teritorial TNI
Dan Mengadili Tentara-Tentara Pelanggar HAM
17 tahun lalu, tepatnya tanggal 8 Mei 1993, Marsinah, seorang buruh perempuan yang bekerja di PT Citra Putra Surya, perusahaan arloji di Sidoarjo, Jawa Timur, ditemukan telah meninggal dunia, dengan tubuh penuh memar, yang belakangan baru terungkap bahwa kematian Marsinah, sangat mungkin disebabkan oleh tembakan peluru yang mengakibatkan kehancuran tulang panggul Marsinah —walaupun pengadilan tidak pernah menyatakan dengan tegas penyebab utama kematian Marsinah, selain melalui hasil visum rekayasa yang menyatakan bahwa Marsinah diperkosa dan dianiaya dengan benda keras—
Memang saat itu, di tengah kekuasaan Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru, boleh dikatakan tidak ada satupun perlawanan kaum buruh, perlawanan rakyat yang tidak dihadapi dengan kekerasan aparat militer, bahkan dalam organisasi-organisasi massa sipilpun, terutama di serikat buruh (yang saat itu bernama SPSI), jajaran pimpinan serikatnyapun harus dari kalangan Militer, untuk meredam gejolak perlawanan sedini mungkin.
Dipicu oleh pembayaran upah yang tidak sesuai dengan upah minimum regional (UMR), Marsinah dan kawan-kawannya di PT Cipta Putra Surya melakukan mogok kerja, pada tanggal 3-4 mei 1993, menuntut agar upah yang tadinya Rp 1.700 dijadikan Rp 2.250 sesuai dengan UMR yang berlaku, selain itu juga menuntut pembubaran SPSI di pabrik.
Memang saat itu, di tengah kekuasaan Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru, boleh dikatakan tidak ada satupun perlawanan kaum buruh, perlawanan rakyat yang tidak dihadapi dengan kekerasan aparat militer, bahkan dalam organisasi-organisasi massa sipilpun, terutama di serikat buruh (yang saat itu bernama SPSI), jajaran pimpinan serikatnyapun harus dari kalangan Militer, untuk meredam gejolak perlawanan sedini mungkin.
Dipicu oleh pembayaran upah yang tidak sesuai dengan upah minimum regional (UMR), Marsinah dan kawan-kawannya di PT Cipta Putra Surya melakukan mogok kerja, pada tanggal 3-4 mei 1993, menuntut agar upah yang tadinya Rp 1.700 dijadikan Rp 2.250 sesuai dengan UMR yang berlaku, selain itu juga menuntut pembubaran SPSI di pabrik.
Akhirnya pihak perusahaan berjanji secara lisan akan memenuhi tuntutan tersebut, dan pada tanggal 5 mei 1993, perusahaan mengundang pertemuan beberapa buruh yang terlibat dalam pemogokan dengan melibatkan Disnaker setempat dan aparat militer, sedangkan pertemuannya sendiri diadakan di Markas Kodim Sidoarjo.
Marsinah yang tidak mengikuti pertemuan tersebut, sore hari sepulang kerja tanggl 5 Mei 1993, mendatangi Markas Kodim Sidoarjo untuk mempertanyakan hasil pertemuan yang justru mem PHK 13 orang temannya yang terlibat dalam pemogokan , dan semenjak saat itu, Marsinah menghilang, hingga ditemukan mayatnya pada tanggal 8 Mri 1993.Pembunuhan terhadap Marsinah, hanyalah satu dari serangkain upaya teror Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru pada rakyat Indonesia, bahkan teror itu terus berlanjut hingga menjelang jatuhnya Suharto, dengan penculikan para aktifis, yang salah satunya juga dari buruh, yakni Widji Tukul—yang hingga saat ini belum juga ditemukan—
Gerakan demokratik 1998, yang didominasi oleh mahasiswa dan kaum miskin kota, memang telah berhasil melengserkan Suharto dan memaksa Rezim Kapitalis untuk membuka ruang demokrasi yang lebih luas, sehingga kaum buruh dan rakyat miskin bisa lebih bebas—dalam batas tertentu—mengekspresikan pikiran-pikirannya, tindakan-tindakan politik maupun membentuk wadah-wadah perjuangannya, namun kekuatan Utama Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru—yakni Golkar dan Tentara--tidaklah hancur seiring dengan gelombang reformasi, bahkan berhasil menunggangi gelombang reformasi untuk mempertahankan kekuatan politiknya dan bahkan kekuasaan politiknya hingga hari ini.
Tentu saja, selain karena kelemahan gerakan demokratik 1998 untuk memenangkan perjuangan demokrasi sejati, penghiatan kaum reformis gadunganlah yang paling besar andilnya untuk mengembalikan sisa-sisa Orde Baru kembali pada tampuk kekuasaan, dengan cara melakukan kompromi-kompromi politik (yang esensinya adalah menghambat) terhadap tuntutan reformasi total, yakni : Pencabutan Dwi Fungsi TNI (yang bermakna Pembubaran Badan-Badan Extrajudisial TNI, Pembubaran Komando Tetritorial:Kodam, Korem, Kodim, Koramil hingga Babinsa. Termasuk TNI tidak boleh berbisnis—artinya bisnis-bisnis TNI yang dikelola oleh Yayasan-yayasan TNI harus diserahkan pada sipil—termasuk pengadilan Suharto dan Kroninya serta Pengadilan terhadap Jendral-jendral Pelanggar HAM.
Dan sekarang ini, sisa-sisa Orde Baru bersama dengan Reformis Gadungan (yang termanifestasikan lewat partai-partai baru pasca reformasi 1998), bukan saja berhasil mensabotase tuntutan reformasi total,namun juga berhasil memperdalam penjajahan modal internasional, dengan meliberalkan semua sektor ekonomi, mempermudah perampokan kekayaan alam, meningkatkan pengisapan terhadap kaum buruh Indonesia Sehingga, bukan demokrasi sepenuhnya yang didapat oleh kaum buruh, bukan kesejahteraan sejati yang didapat oleh kaum buruh, melainkan hanya demokrasi borjuis (demokrasi demi kaum pemodal) dan kemiskinan yang makin akut yang didapatkan oleh buruh Indonesia dan mayoritas rakyat lainnya.
Untuk itu, dalam momentum peringatan kematian Marsinah, kami dari Komite Persiapan Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (KP-PPBI), menyatakan sikap:
1. Tuntutan Reformasi Total yakni : Pencabutan Dwi Fungsi TNI, Pembubaran Komando Teritorial, Pengadilan terhadap Tentara Pelaku Pelanggaran HAM, harus terus disuarakan dan diperjuangkan untuk menegakkan demokrasi sejati
2. Kasus Marsinah, harus dibuka kembali, dengan mengusut kemungkinan keterlibatan tentara dalam pembunuhan Marsinah
3. Menyerukan kepada seluruh kaum buruh agar terlibat aktif dalam perjuangan untuk menegakkan demokrasi sejati, bersama dengan kaum tani-mahasiswa-kaum miskin kota-perempuan dan kaum marginal
Demikian statement KP-PPBI, demi terwujudnya demokrasi sejati di Indonesia
Marsinah yang tidak mengikuti pertemuan tersebut, sore hari sepulang kerja tanggl 5 Mei 1993, mendatangi Markas Kodim Sidoarjo untuk mempertanyakan hasil pertemuan yang justru mem PHK 13 orang temannya yang terlibat dalam pemogokan , dan semenjak saat itu, Marsinah menghilang, hingga ditemukan mayatnya pada tanggal 8 Mri 1993.Pembunuhan terhadap Marsinah, hanyalah satu dari serangkain upaya teror Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru pada rakyat Indonesia, bahkan teror itu terus berlanjut hingga menjelang jatuhnya Suharto, dengan penculikan para aktifis, yang salah satunya juga dari buruh, yakni Widji Tukul—yang hingga saat ini belum juga ditemukan—
Gerakan demokratik 1998, yang didominasi oleh mahasiswa dan kaum miskin kota, memang telah berhasil melengserkan Suharto dan memaksa Rezim Kapitalis untuk membuka ruang demokrasi yang lebih luas, sehingga kaum buruh dan rakyat miskin bisa lebih bebas—dalam batas tertentu—mengekspresikan pikiran-pikirannya, tindakan-tindakan politik maupun membentuk wadah-wadah perjuangannya, namun kekuatan Utama Rezim Kapitalis-Militeristik Orde Baru—yakni Golkar dan Tentara--tidaklah hancur seiring dengan gelombang reformasi, bahkan berhasil menunggangi gelombang reformasi untuk mempertahankan kekuatan politiknya dan bahkan kekuasaan politiknya hingga hari ini.
Tentu saja, selain karena kelemahan gerakan demokratik 1998 untuk memenangkan perjuangan demokrasi sejati, penghiatan kaum reformis gadunganlah yang paling besar andilnya untuk mengembalikan sisa-sisa Orde Baru kembali pada tampuk kekuasaan, dengan cara melakukan kompromi-kompromi politik (yang esensinya adalah menghambat) terhadap tuntutan reformasi total, yakni : Pencabutan Dwi Fungsi TNI (yang bermakna Pembubaran Badan-Badan Extrajudisial TNI, Pembubaran Komando Tetritorial:Kodam, Korem, Kodim, Koramil hingga Babinsa. Termasuk TNI tidak boleh berbisnis—artinya bisnis-bisnis TNI yang dikelola oleh Yayasan-yayasan TNI harus diserahkan pada sipil—termasuk pengadilan Suharto dan Kroninya serta Pengadilan terhadap Jendral-jendral Pelanggar HAM.
Dan sekarang ini, sisa-sisa Orde Baru bersama dengan Reformis Gadungan (yang termanifestasikan lewat partai-partai baru pasca reformasi 1998), bukan saja berhasil mensabotase tuntutan reformasi total,namun juga berhasil memperdalam penjajahan modal internasional, dengan meliberalkan semua sektor ekonomi, mempermudah perampokan kekayaan alam, meningkatkan pengisapan terhadap kaum buruh Indonesia Sehingga, bukan demokrasi sepenuhnya yang didapat oleh kaum buruh, bukan kesejahteraan sejati yang didapat oleh kaum buruh, melainkan hanya demokrasi borjuis (demokrasi demi kaum pemodal) dan kemiskinan yang makin akut yang didapatkan oleh buruh Indonesia dan mayoritas rakyat lainnya.
Untuk itu, dalam momentum peringatan kematian Marsinah, kami dari Komite Persiapan Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia (KP-PPBI), menyatakan sikap:
1. Tuntutan Reformasi Total yakni : Pencabutan Dwi Fungsi TNI, Pembubaran Komando Teritorial, Pengadilan terhadap Tentara Pelaku Pelanggaran HAM, harus terus disuarakan dan diperjuangkan untuk menegakkan demokrasi sejati
2. Kasus Marsinah, harus dibuka kembali, dengan mengusut kemungkinan keterlibatan tentara dalam pembunuhan Marsinah
3. Menyerukan kepada seluruh kaum buruh agar terlibat aktif dalam perjuangan untuk menegakkan demokrasi sejati, bersama dengan kaum tani-mahasiswa-kaum miskin kota-perempuan dan kaum marginal
Demikian statement KP-PPBI, demi terwujudnya demokrasi sejati di Indonesia
Perkuat solidaritas, wujudkan persatuan gerakan secara nasional !
Bangun serikat buruh militant dan demokratik, tinggalkan serikat buruh gadungan !
Jakarta, 7 Mei 2010
Koordinator Umum
Sulaeman
Koordinator Divisi Penyatuan Politik
Budi Wardoyo
Bangun serikat buruh militant dan demokratik, tinggalkan serikat buruh gadungan !
Jakarta, 7 Mei 2010
Koordinator Umum
Sulaeman
Koordinator Divisi Penyatuan Politik
Budi Wardoyo
|