Harga Naik, Pendapatan Tidak Naik
Semenjak SBY-Budiono menaikan tarif TDL pada Tgl 1 Juli 2010, kenaikan harga tak bisa lagi dibendung. Dari harga beras, hingga harga cabe terus meningkat. Harga cabe misalnya, meningkat hingga Rp 50.000,00/kg. Sementara, pendapatan masyarakat sama sekali tidak mengalami kenaikan. Dengan UMP DKI misalnya, yang hanya Rp 1.100.000,00; kebutuhan sehari-hari tidak akan terpenuhi. Lihat saja daftar pengeluaran untuk satu orang di bawah ini.
Perhitungan pengeluaran rata-rata di atas adalah untuk satu orang yang belum berkeluarga, tanpa perhitungan pengeluaran lainnya. Bagaimana dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, biaya transportasi selain ke tempat kerja, pulsa, liburan, pakaian, pembalut, alas kaki dan kebutuhan lainnya? Bagaimana dengan mereka yang sudah berkeluarga? Apa bila kedua suami istri bekerja pun, gajinya TIDAK AKAN CUKUP! Bahkan jika terus mengambil lembur, kebutuhan tersebut belum tentu tercukupi. Sebaliknya, karena lembur, kesehatan kita bisa menurun, padahal kesehatan mahal dan pendapatan pun semakin tidak mencukupi.
Semenjak SBY-Budiono menaikan tarif TDL pada Tgl 1 Juli 2010, kenaikan harga tak bisa lagi dibendung. Dari harga beras, hingga harga cabe terus meningkat. Harga cabe misalnya, meningkat hingga Rp 50.000,00/kg. Sementara, pendapatan masyarakat sama sekali tidak mengalami kenaikan. Dengan UMP DKI misalnya, yang hanya Rp 1.100.000,00; kebutuhan sehari-hari tidak akan terpenuhi. Lihat saja daftar pengeluaran untuk satu orang di bawah ini.
Pendapatan 1 bulan | Pengeluaran | Harga |
Rp 1.100.000,00 | Sewa kamar kos satu bulan | Rp 400.000,00 |
Air minum | Rp 100.000,00 | |
Transportasi (rumah – tempat kerja ) | Rp 200.000,00 | |
Makan 3 kali sehari (menu sederhana di warteg) Rp 8.000,00 X 3 x 30 hari | Rp 720.000,00 | |
Biaya listrik | Rp 150.000,00 | |
Biaya air PAM | Rp 100.000,00 | |
TOTAL PENGELUARAN | Rp 1.670.000,00 | |
DEFISIT | Rp 570.000,00 |
Perhitungan pengeluaran rata-rata di atas adalah untuk satu orang yang belum berkeluarga, tanpa perhitungan pengeluaran lainnya. Bagaimana dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, biaya transportasi selain ke tempat kerja, pulsa, liburan, pakaian, pembalut, alas kaki dan kebutuhan lainnya? Bagaimana dengan mereka yang sudah berkeluarga? Apa bila kedua suami istri bekerja pun, gajinya TIDAK AKAN CUKUP! Bahkan jika terus mengambil lembur, kebutuhan tersebut belum tentu tercukupi. Sebaliknya, karena lembur, kesehatan kita bisa menurun, padahal kesehatan mahal dan pendapatan pun semakin tidak mencukupi.
Apakah kita tidak berhak mendapatkan pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya?
TENTU SAJA KITA BERHAK ATAS PENDIDIKAN, KESEHATAN & KEBUTUHAN LAINNYA. KITA BERHAK HIDUP LAYAK.
Kenapa harga bisa naik?
Harga-harga yang terus naik saat ini ada biang keroknya. Biang keroknya adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik). Kebijakan kenaikan TDL telah menyumbang kenaikan harga biaya produksi sektor industri hingga 80%. Ongkos produksi ini akan terasa pada UKM dan kegiatan wirausaha masyarakat yang melakukan kegiatan bisnis dan ekonominya dengan mempergunakan listrik. Dengan kenaikan biaya produksi tersebut, harga barang produksi yang mereka pasarkan ikut merangkak naik. Sehingga yang akan terbebani dengan kenaikan harga adalah masyarakat yang mengkonsumsinya, termasuk harga-harga kebutuhan pokok di pasar-pasar.
Alasan Pemerintah Menaikkan TDL:
Menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Saleh, kenaikan TDL ditetapkan untuk mengendalikan besaran subsidi listrik yang mencapai Rp 55,1 trilyun pada tahun 2010. Artinya, Negara enggan memberikan subsidi listrik. Selain itu, negeri kita, yang kaya alam ini juga dinyatakan krisis listrik. Cadangan listrik kita hanya 30% dan hingga saat ini hanya bisa memenuhi kebutuhan listrik di Jawa-Bali. Tak heran, bila listrik di luar Jawa-Bali “byar- pet”.
Sementara, bahan bakar gas untuk listrik LANGKA. Ambil contoh pada tahun 2008, PLN butuh 1,8 triliyun kaki kubik, tapi yang tersedia hanya 200 milyar kaki kubik. Padahal, bahan bakar gas akan menghemat biaya produksi untuk pembangkit listrik. Tercatat, biaya operasi dengan bahan bakar gas hanya mencapai Rp 8,5 Triliyun/thn. Bandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM), yang mencapai Rp 81 trilyun. Karena bahan bakar gas kita LANGKA, maka kita masih menggunakan bahan bakar minyak. Selain BBM dan bahan bakar gas, dalam mengoperasikan pembangkit listrik, dibutuhkan batu bara (yang juga lebih hemat). Ironisnya, Indonesia sebagai produsen batu bara justru mengalami kelangkaan. Batu bara yang diproduksi di dalam negeri, lebih diprioritaskan untuk ekspor.
Liberalisasi Energi : Penyebab Krisis Energi dan Listrik
Krisis energi, termasuk bahan bakar gas dan batu bara, sebenarnya tak akan terjadi bila pemerintah Indonesia, SBY-Budiono dan pemerintah- pemerintah sebelumnya yang berkuasa tidak menerapkan liberalisasi energi. Tapi, demikian lah watak SBY-Budiono dan pemerintah sebelumnya yang terus menjual kekayaan alam dalam negeri, dari kekayaan gas,minyak, batu bara, hingga Listrik yang sebentar lagi akan menyusul. Kini, sumur-sumur gas di Tangguh, Donggi-Senoro, Badak, dan Arun sudah dikuasai perusahaan-perusahaan asing
Selain itu, 75% hasil produksi gas nasional diekspor ke Jepang, Amerika, Cina dan Uni Eropa. Kebijakan energi nasional lebih diarahkan untuk menghidupi industri-industri di negara maju. Hal itu dilakukan pemerintah untuk mendapatkan kucuran utang baru, agar mereka, SBY-Budiono beserta anggota dewan dan elit-elit politik menerima keuntungan dari hasil menjual kekayaan alam yang semestinya dimanfaatkan bagi rakyat.
Jalan Keluar Bagi Rakyat.
Seluruh paket UU yang selama ini membiarkan swasta ikut terlibat dalam pengelolaan sumber energy (dan yang menguasai hajat hidup orang banyak) harus segera dicabut, seperti UU Migas, UU Penaman Modal, UU Kelistrikan, UU Privatisasi AIR dan lain sebagainya.
Ayo Rakyat Bersatu, Bergerak, Batalkan TDL, Tolak Kenaikan Harga pada 7 Agustus 2010
Tak bisa lagi kita diam dengan situasi yang ada. Kebijakan pemerintah yang menaikkan TDL jelas sudah menyengsarakan rakyat. Sementara, jalan keluar di atas juga tak mungkin dilakukan oleh pemerintah SBY-Budiono maupun elit-elit politik lainnya. Mereka adalah antek-antek dari pemodal asing yang tak enggan menjual, menggadaikan kekayaan alam negeri kita, sementara jutaan rakyat terus menderita dalam kemiskinan.
Karena itu, kami mengajak kepada seluruh buruh, tani, kaum miskin kota, perempuan, mahasiswa dan elemen rakyat lainnya untuk bergabung dalam GERAKAN AKSI NASIONAL BATALKAN KENAIKAN TDL, TOLAK KENAIKAN HARGA pada 7 Agustus 2010 (di dalamnya telah tergabung 36 organisasi massa rakyat).
TENTU SAJA KITA BERHAK ATAS PENDIDIKAN, KESEHATAN & KEBUTUHAN LAINNYA. KITA BERHAK HIDUP LAYAK.
Kenapa harga bisa naik?
Harga-harga yang terus naik saat ini ada biang keroknya. Biang keroknya adalah kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik). Kebijakan kenaikan TDL telah menyumbang kenaikan harga biaya produksi sektor industri hingga 80%. Ongkos produksi ini akan terasa pada UKM dan kegiatan wirausaha masyarakat yang melakukan kegiatan bisnis dan ekonominya dengan mempergunakan listrik. Dengan kenaikan biaya produksi tersebut, harga barang produksi yang mereka pasarkan ikut merangkak naik. Sehingga yang akan terbebani dengan kenaikan harga adalah masyarakat yang mengkonsumsinya, termasuk harga-harga kebutuhan pokok di pasar-pasar.
Alasan Pemerintah Menaikkan TDL:
Menurut Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Saleh, kenaikan TDL ditetapkan untuk mengendalikan besaran subsidi listrik yang mencapai Rp 55,1 trilyun pada tahun 2010. Artinya, Negara enggan memberikan subsidi listrik. Selain itu, negeri kita, yang kaya alam ini juga dinyatakan krisis listrik. Cadangan listrik kita hanya 30% dan hingga saat ini hanya bisa memenuhi kebutuhan listrik di Jawa-Bali. Tak heran, bila listrik di luar Jawa-Bali “byar- pet”.
Sementara, bahan bakar gas untuk listrik LANGKA. Ambil contoh pada tahun 2008, PLN butuh 1,8 triliyun kaki kubik, tapi yang tersedia hanya 200 milyar kaki kubik. Padahal, bahan bakar gas akan menghemat biaya produksi untuk pembangkit listrik. Tercatat, biaya operasi dengan bahan bakar gas hanya mencapai Rp 8,5 Triliyun/thn. Bandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM), yang mencapai Rp 81 trilyun. Karena bahan bakar gas kita LANGKA, maka kita masih menggunakan bahan bakar minyak. Selain BBM dan bahan bakar gas, dalam mengoperasikan pembangkit listrik, dibutuhkan batu bara (yang juga lebih hemat). Ironisnya, Indonesia sebagai produsen batu bara justru mengalami kelangkaan. Batu bara yang diproduksi di dalam negeri, lebih diprioritaskan untuk ekspor.
Liberalisasi Energi : Penyebab Krisis Energi dan Listrik
Krisis energi, termasuk bahan bakar gas dan batu bara, sebenarnya tak akan terjadi bila pemerintah Indonesia, SBY-Budiono dan pemerintah- pemerintah sebelumnya yang berkuasa tidak menerapkan liberalisasi energi. Tapi, demikian lah watak SBY-Budiono dan pemerintah sebelumnya yang terus menjual kekayaan alam dalam negeri, dari kekayaan gas,minyak, batu bara, hingga Listrik yang sebentar lagi akan menyusul. Kini, sumur-sumur gas di Tangguh, Donggi-Senoro, Badak, dan Arun sudah dikuasai perusahaan-perusahaan asing
Selain itu, 75% hasil produksi gas nasional diekspor ke Jepang, Amerika, Cina dan Uni Eropa. Kebijakan energi nasional lebih diarahkan untuk menghidupi industri-industri di negara maju. Hal itu dilakukan pemerintah untuk mendapatkan kucuran utang baru, agar mereka, SBY-Budiono beserta anggota dewan dan elit-elit politik menerima keuntungan dari hasil menjual kekayaan alam yang semestinya dimanfaatkan bagi rakyat.
Jalan Keluar Bagi Rakyat.
Seluruh paket UU yang selama ini membiarkan swasta ikut terlibat dalam pengelolaan sumber energy (dan yang menguasai hajat hidup orang banyak) harus segera dicabut, seperti UU Migas, UU Penaman Modal, UU Kelistrikan, UU Privatisasi AIR dan lain sebagainya.
Ayo Rakyat Bersatu, Bergerak, Batalkan TDL, Tolak Kenaikan Harga pada 7 Agustus 2010
Tak bisa lagi kita diam dengan situasi yang ada. Kebijakan pemerintah yang menaikkan TDL jelas sudah menyengsarakan rakyat. Sementara, jalan keluar di atas juga tak mungkin dilakukan oleh pemerintah SBY-Budiono maupun elit-elit politik lainnya. Mereka adalah antek-antek dari pemodal asing yang tak enggan menjual, menggadaikan kekayaan alam negeri kita, sementara jutaan rakyat terus menderita dalam kemiskinan.
Karena itu, kami mengajak kepada seluruh buruh, tani, kaum miskin kota, perempuan, mahasiswa dan elemen rakyat lainnya untuk bergabung dalam GERAKAN AKSI NASIONAL BATALKAN KENAIKAN TDL, TOLAK KENAIKAN HARGA pada 7 Agustus 2010 (di dalamnya telah tergabung 36 organisasi massa rakyat).
AYO GABUNG DALAM AKSI BATALKAN KENAIKAN TDL, TOLAK KENAIKAN HARGA
7 AGUSTUS 2010
KUMPUL DI DEPAN INDOSAT JAM 12.00 WIB, DENGAN SASARAN AKSI KE ISTANA
7 AGUSTUS 2010
KUMPUL DI DEPAN INDOSAT JAM 12.00 WIB, DENGAN SASARAN AKSI KE ISTANA
Selebaran ini di terbitkan oleh Gerakan Nasional Batalkan Kenaikan TDL, Tolak Kenaikan Harga: Aliansi Buruh Menggugat [SBTPI, PPBI, GESBURI, SPTBG, FPBJ, SBIJ, SPOI, SPKAJ, SBSI’92, FSPMI], SP KOJA, SP Terminal Peti Kemas, SP PLN, SMI, PEMBEBASAN, LMND, IMM, PMKRI, HIKMAH BUDHI, HMI-MPO, FPPI, KPOP, BANG JAYA, FPJ, RepDem, Perempuan Mahardhika, PPRM, PPI, KPRM-PRD, PRP Jakarta, PRD, KAU, GARDA PAPUA, AMP, PN PII, SeBUMI, DKR, KASBI Jakarta, Petisi 28, PB PMII.
|