Kamis, 17 Juli 2008

Pembebasan Perempuan Bersama Partai Elit, Tidak Mungkin!

Wawancara FNPBI-PRM dengan Vivi Widyawati;
Koordinator Nasional, Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika

Tanya : Sekarang ini banyak kalangan mulai berbicara soal perlunya partisipasi yang lebih banyak dari kaum perempuan dalam segala aspek, yang paling baru adalah mengenai kuota 30 % di parlemen, dimana semua partai diwajibkan untuk memenuhinya. Bagaimana menurut pandangan organisasi anda ?

Jawab: Pertama, kami tentunya sangat mendukung upaya untuk terus mendukung partisipasi perempuan dalam segala aspek, termasuk affirmative action kuota 30% bahkan kalau bisa mencapai 50% bukan hanya dalam struktur partai politik tetapi juga dalam setiap struktur dalam pemerintahan dan masyarakay. perlu digaris bawahi bahwa partisipasi perempuan yang kami maksud adalah partisipasi langsung kaum perempuan untuk terlibat dalam semua proses perubahan dalam masyarakat, terlibat aktif dalam pembuatan kebijakan-kebijakan politik dan terlibat aktif dalam organisasi-organisasi kerakyatan, bukan sekedar partisipasi perwakilan. Dalam pandangan kami kuota 30% tidak cukup untuk memajukan partisipasi langsung kaum perempuan apalagi jika kaum perempuan masih bertumpu/bersandar/terkooptasi pada partai-partai politik reformis gadungan, partai politik Orba, partai politik berbasis agama, dan partai-partai politik yang didirikan oleh purnawirawan-purnawirawan tentara. Mengapa? Sejarah sudah membuktikan, pasca reformasi di bawah pemerintahan kaum reformis Gadungan ( Gus Dur, Megawati, Amien Rais) dan SBY-JK upaya untuk memajukan pertisipasi langsung kaum perempuan bisa dikatakan minim atau mungkin tidak ada. Buktinya UU Pekawinan yang jelas-jelas mendiskriminasi kaum perempuan tidak di apa-apakan, UU perburuhan belum memberikan perlindungan bagi kaum perempuan, Angka Kematian Ibu masih tinggi, angka buta huruf juga masih tinggi, angkatan kerja yang meningkat tidak disertai dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung seperti tempat penitipan anak yang gratis, sekolah gratis, kesehatan gratis, gizi yang layak bagi anak-anak. Kami menginginkan sebuah pemeritahan yang berpihak rakyat miskin sekaligus feminis, nah, ini tidak mungkin terjadi dibawah pemerintahan SBY-JK,elit politik busuk dan partai-partainya.
Kuota 30% harus diikuti dengan upaya untuk membangun satu gerakan perempuan, mendorong kaum perempuan untuk membangun organiasinya sendiri dan bersama-sama dengan gerakan rakyat yang lainnya terus-menerus aktif dalam mendorong perubahan dalam masyarakat.


Tanya : Selain yang menyepakati soal partisipasi atau kesetaraan, muncul pula kelompok-kelompok yang menolak kesetaraan, bahkan dengan menggunakan dalil-dalil agama tertentu untuk membenarkan posisi konservatif mereka. Apa pandangan organisasi anda ?

Jawab: Organisasi-organisasi tersebut jelas menghambat demokrasi dan kemajuan kaum perempuan, oleh karenanya kami menetang keras segala upaya mereka untuk memudurkan demokrasi dan menghambat kemajuan kaum perempuan. Kalau memang pemeritahan SBY-JK mendukung kemajuan kaum perempuan seharusnya sejak lama organisasi-organisasi ini ditindak keras, kenyataannya tidak, dibiarkan saja mereka dan pemikiran mereka yang anti pembebasan perempuan itu. RUU Pornografi masih bertahan di DPR RI, fatwa-fatwa yang menyerang kaum bertebaran, perda-perda yang menyudutkan bahkan berakibat mengkriminalkan kaum perempuan terus bertambah jumlahnya, dan pemerintah tidak berbuat apa-apa! Partai-partai politik, elit politk parlemen turut berperan dalam semuanya, jadi sama saja.

Tanya : Dari situasi yang terjadi di Indonesia, katakanlah sedang mengalami persoalan krisis, pemerintah yang tidak pro rakyat, partai sibuk dengan kepentingannya sendiri dan macam-macam lainnya, apa yang sebenarnya menjadi persolan pokok bagi perempuan Indonesia saat ini ?

Jawab: Persoalan pokok perempuan saat ini kemiskinan dan ketidaksetaraan. Kemiskinan akibat dari kebijakan ekonomi neoliberal yang terus menerus dijalankan oleh setiap pemerintahan sejak reformasi, mulai dari, Gus Dur, Megawati, sampai SBY-JK. Kebijakan pro asing sangat terasa dampaknya bagi kaum perempuan dan orang miskin secara umum, melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, biaya kesehatan, biaya pendidikan semakin menyulitkan untuk kemajuan tenaga produktif kaum perempuan. Pemerintah tidak mempunyai kepentingan untuk terus meningkatkan dan memajukan tenaga produktif kaum perempuan, kaum perempuan masih saja dianggap sebagai warga negara klas dua, yang suaranya hanya dibutuhkan jika saatnya pemilu tiba, atau dibutuhkan sebagai tenaga kerja/buruh yang bisa di bayar dengan sangat rendah/murah atau untuk dijual kenegara-negara asing, tidak ada habis-habisnya untuk terus menerus mengeksploitasi kaum perempuan. APBN seharusnya diprioritaskan untuk membiayai seluruh kebutuhan-kebutuhan rakyat miskin: subsidi pendidikan, kesehatan, BBM, kenyataannya tidak demikian APBN kita prirotas utamanya adalah pembayaran Hutang Luar Negeri. Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam, apa saja ada, apa saja bisa tumbuh, Indonesia adalah negeri yang tanahnya mengadung banyak energi minyak dan gas, seharusnya bangsa kita adalah bangsa yang kaya, rakyat bisa hidup makmur, tapi kenyataannya pemerintah kita lebih senang dan bangga memberikan semua kekayaan alam kita kepada pemodal-pemodal asing, jadilah kita bangsa kuli, bangsa yang hanya bisa menyumbangkan tenaga-tenaga kerja murah, semua ini adalah tanggung jawab pemerintah, partai-partai politik besar, elit politik busuk, anggota parlemen, mereka semualah yang membawa bangsa ini semakin miskin dan terpuruk!
Masih kuatnya budaya patriarkhi dalam masyarakat Indonesia juga menjadi persoalan tersendiri bagi kaum perempuan, perlakukan yang diskriminasi masih dialami oleh kaum perempuan. Masih kuatnya budaya patriarkhi ini sangat tercermin kebijakan-kebijakan pemerintah yang menyangkut hak-hak perempuan, kita ambil contoh UU Perkawinan yang berlaku sekarang adalah UU yang tidak memberikan tempat yang setara bagi perempuan, contoh :

pasal 3 ayat 2: Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan atau dalam pasal 4 ayat 2 yang berbunyi:
Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Jelas sekali bahwa UU ini sangat tidak menghargai indepensi kaum perempuan untuk memilih apa yang terbaik bagi hidupnya dan juga tidak menghargai seksualitas kaum perempuan.
Atau RUU Pornografi, atau Perda-Perda yang sekarang bertebaran, semuanya bukti bahwa pemerintah kita adalah seksis.
Upaya pemerintah untuk melindungi perempuan sangat minim atau bisa dikatakan tidak ada ya, sampai sekarang tidak ada jaminan bahwa kaum perempuan bisa aman (bebas dari pelecehan seksual, kekerasan seksual, perkosaan) dalam bekerja, aman dalam rumahnya sendiri, aman dalam masyarakatnya, kasus KDRT masih tinggi, Angka Kematian Ibu masih tinggi, busung lapar, dan masih banyak lagi.

Tanya : Lalu bagimana mengatasi persoalan perempuan itu ?

Jawab: Dengan membangun satu kekuatan sendiri, alat politik sendiri yang tidak terkooptasi dengan politik kaum borjuis/elit politik/partai elit politik/partai berkuasa. Sekarang ini kaum perempuan tidak bisa lagi berharap lagi atau menyerahkan suara mereka kepada partai dan elit politik karena sudah terbukti kegagalan mereka untuk mensejahterkan kaum perempuan dan membebaskan kaum perempuan.
Membangun satu organisasi perempuan yang mandiri, non kooptasi dan berskala nasional merupakan kebutuhan mendesak kaum perempuan saat ini, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Jangan bermimpi kuota 30% bersama dengan partai politik Reformis Gadungan, Orde Baru, Islam, Tentara akan merubah nasib kaum perempuan secara mendasar. Kuota 30% hanya akan bermanfaat jika kaum perempuan mempunyai alat politiknya sendiri bersama-sama dengan kekuatan progresif rakyat miskin untuk membentuk satu pemerintahan yang berpihak pada rakyat dan feminis yang akan menjalankan program-program menasionalisasi industri minyak dan gas, yang memprioritaskan APBN untuk kesejahteraan rakyat, yang akan membangun infrastruktur untuk mendukung kaum perempuan: tempat penitipan akan, taman bermain, pendidikan gratis, kesehatan gratis. Kita sudah punya contoh yaitu di Venezuela, semuanya bisa dilakukan asalkan seluruh kekuatan rakyat bisa bersatu.
Kaum perempuan harus terlibat aktif dalam perjuangan-perjuangan politik rakyat miskin.
Tanya : apa peran organisasi gerakan lainnya ( serikat buruh, serikat tani, mahasiswa, kaum miskin kota, bahkan partai progressif ) sejauh ini dalam meningkatkan kesadaran perempuan ? Apa yang harusnya mereka lakukan?
Sejauh ini peran organisasi gerakan untuk meningkatkan kesadaran kaum perempuan masih minim, walaupun banyak anggotanya adalah perempuan tetapi masih sedikit kaum perempuan yang memimpin organisasi gerakan non perempuan. Seksi-seksi perempuan tidak semuanya ada dalam sebuah organisasi gerakan lainnya.
Pendidikan adalah hal yang paling penting untuk memajukan kesadaran kaum perempuan dan juga memajukan kesadaran anggota laki-laki, karena persoalan pembebasan perempuan bukan semata-mata persoalan perempuan tetapi harus menjadi bagian dalam perjuangan kaum gerakan. Persoalan perempuan bukan persoalan nomor dua, yang akan serta merta selesai jika kemenangan kaum tertindas sudah diraih.
Maka dari itu penting bagi setiap organisasi-organisasi gerakan untuk memulai untuk pertama mengadakan pendidikan-pendidikan tentang pembebasan perempuan, mendiskusikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaum perempaun, mengetahu akar persoalan penindasan terhadap kaum perempuan dan asal usul penindasan perempuan. Kedua, kaum gerakan harus memberikan kesempatan yang besar bagi anggota-anggota perempuan untuk menduduki posisi-posisi strategis dalam organisasi: ketua, ahli pendidikan, organisatoris, ahli propaganda, dsb. Ketiga, sudah harus melakukan aksi-aksi yang mendukung pembebasan perempuan, propaganda yang luas tentang pembebasan perempuan, merekrut sebanyak-banyaknya anggota perempuan. Keempat, harus menyayangi dan menghargai anggota-anggota perempuan, berikan rasa aman dan nyaman bagi anggota perempuan dalam organisasi, meninggalkan perilaku-perilaku yang seksis, mendengarkan dengan serius jika mereka berpendapat.

Saya pikir kita semua bertanggungjawab untuk terus berjuang bagi pembebasan kaum perempuan.







BACA ARSIP DI BLOG INI

Komite Persiapan Persatuan Pergerakan Buruh Indonesia

"GABUNGAN SOLIDARITAS PERJUANGAN BURUH, BEKASI"
" FORUM BURUH LINTAS PABRIK, JAKARTA "
"FNPBI-PRM MEDAN"
" SBBSU SUMATERA UTARA "
"FNPBI-PRM SURABAYA"
"FNPBI INDEPENDEN MOJOKERTO"
"SERIKAT BURUH GARUDA, SUMEDANG"
"FNPBI-PRM SAMARINDA"
"FNPBI-PRM BALIKPAPAN"
" FORUM SOLIDARITAS PERJUANGAN BURUH, BANDUNG "

KPRM-PRD

G S P B